Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, sholawat serta salam kita sampaikan kepada Baginda Nabi besar Muhammad SAW dan semoga Kita selalu dalam Lindungan Allah SWT Amin.
Bersama ini Kami kelompok Jagal hewan Qurban dan Aqiqah yang berdomisili Di Kota semarang Mohon ijin menawarkan jasa Penjualan dan Penyembelihan hewan qurban/aqiqah.
Anggota kami adalah orang-orang yg telah ahli dan cepat dalam menjagal hewan qurban, dan InsyaAllah kami berpegang sesuai syariat islam. Kami telah berpengalaman cukup lama dalam hal penyembelihan hewan qurban/aqiqah baik kambing, sapi maupun kerbau.
Dalam hal menjatuhkan sapi kami memakai 2 teknik tackling yang digabung sehingga sapi akan terjatuh pelan tanpa merasa kesakitan yang kemudian akan kami ikat dengan cepat hingga sapi telah siap untuk disembelih dengan aman.
Kami akan menawarkan penyembelihannya kepada Bpk/Ibu/Saudara yang kami pastikan dengan mudah dan aman dengan pisau tajam yang telah kami sediakan.
Kami juga menyediakan Hewan qurban sapi dan kambing, yang Insya Allah kami jual dengan harga murah dan bersaing sesuai pasaran. Bilamana pembelian Hewan qurban dari kami maka Biaya penyembelihan dan pengulitan kami tiadakan / (GRATIS).
Rincian Upah jasa Penyembelihan dan Pengulitan :
SAPI/KERBAU : Rp 600rb/ekor
KAMBING : Rp 150rb/ekor
Jika Bpk/Ibu/Saudara berminat dengan jasa kami, dapat menghubungi:
Bpk.solichin WA/TLP : 081225770123
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, sholawat serta salam kita sampaikan kepada Baginda Nabi besar Muhammad SAW dan semoga Kita selalu dalam Lindungan Allah SWT Amin.
Bersama ini Kami kelompok Jagal hewan Qurban dan Aqiqah yang berdomisili Di Kota semarang Mohon ijin menawarkan jasa Penjualan dan Penyembelihan hewan qurban/aqiqah.
Anggota kami adalah orang-orang yg telah ahli dan cepat dalam menjagal hewan qurban, dan InsyaAllah kami berpegang sesuai syariat islam. Kami telah berpengalaman cukup lama dalam hal penyembelihan hewan qurban/aqiqah baik kambing, sapi maupun kerbau.
Dalam hal menjatuhkan sapi kami memakai 2 teknik tackling yang digabung sehingga sapi akan terjatuh pelan tanpa merasa kesakitan yang kemudian akan kami ikat dengan cepat hingga sapi telah siap untuk disembelih dengan aman.
Kami akan menawarkan penyembelihannya kepada Bpk/Ibu/Saudara yang kami pastikan dengan mudah dan aman dengan pisau tajam yang telah kami sediakan.
Kami juga menyediakan Hewan qurban sapi dan kambing, yang Insya Allah kami jual dengan harga murah dan bersaing sesuai pasaran. Bilamana pembelian Hewan qurban dari kami maka Biaya penyembelihan dan pengulitan kami tiadakan / (GRATIS).
Rincian Upah jasa Penyembelihan dan Pengulitan :
SAPI/KERBAU : Rp 600rb/ekor
KAMBING : Rp 150rb/ekor
Jika Bpk/Ibu/Saudara berminat dengan jasa kami, dapat menghubungi:
Bpk.solichin WA/TLP : 081225770123
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
NB :
Kami juga melayani pemesanan/penyediaan hewan qurban dan aqiqah
FOTO DOKUMENTASI PENYEMBELIHAN HEWAN KURBAN DI BERBAGAI TEMPAT :
======================================================
.:: Dokumentasi Tahun 2018 ::.
======================================================
==============================================================================
.:: VIDEO DOKUMENTASI 2018 ::.
=============================================================================================================================================================
VIDEO DOKUMENTASI PENYEMBELIHAN HEWAN KURBAN DI BERBAGAI TEMPAT :
Pengertian Qurban
Kata kurban atau korban, berasal dari
bahasa Arab qurban, diambil dari kata : qaruba (fi’il madhi) –
yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa qurbaanan (mashdar). Artinya,
mendekati atau menghampiri (Matdawam, 1984).
Menurut istilah, qurban
adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik
berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Ibrahim Anis et.al, 1972).
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut
juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah, dengan bentuk jamaknya al
adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak
yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul
07.00 – 10.00 (Ash Shan’ani, Subulus Salam IV/89).
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi,
dan kambing) yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq
sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah
XIII/155; Al Jabari, 1994).
Hukum Qurban
Qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Imam
Malik, Asy Syafi’i, Abu Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan
lainnya berkata,”Qurban itu hukumnya sunnah bagi orang yang mampu (kaya),
bukan wajib, baik orang itu berada di kampung halamannya (muqim), dalam
perjalanan (musafir), maupun dalam mengerjakan haji.” (Matdawam, 1984)
Sebagian mujtahidin –seperti Abu Hanifah,
Al Laits, Al Auza’i, dan sebagian pengikut Imam Malik— mengatakan qurban
hukumnya wajib. Tapi pendapat ini dhaif (lemah) (Matdawam, 1984).
Ukuran “mampu” berqurban, hakikatnya sama
dengan ukuran kemampuan shadaqah, yaitu mempunyai kelebihan harta (uang)
setelah terpenuhinya kebutuhan pokok (al hajat al asasiyah) –yaitu
sandang, pangan, dan papan– dan kebutuhan penyempurna (al hajat al kamaliyah)
yang lazim bagi seseorang. Jika seseorang masih membutuhkan uang untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka dia terbebas dari menjalankan sunnah qurban
(Al Jabari, 1994)
Dasar kesunnahan qurban antara lain,
firman Allah SWT :
“Maka dirikan (kerjakan) shalat karena
Tuhanmu, dan berqurbanlah.” (TQS Al Kautsar : 2)
“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk
menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah.” (HR. At
Tirmidzi)
“Telah diwajibkan atasku (Nabi SAW)
qurban dan ia tidak wajib atas kalian.” (HR. Ad Daruquthni)
Dua hadits di atas merupakan qarinah
(indikasi/petunjuk) bahwa qurban adalah sunnah. Firman Allah SWT yang berbunyi “wanhar”
(dan berqurbanlah kamu) dalam surat Al Kautas ayat 2 adalah tuntutan untuk
melakukan qurban (thalabul fi’li). Sedang hadits At Tirmidzi, “umirtu
bi an nahri wa huwa sunnatun lakum” (aku diperintahkan untuk menyembelih
qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah), juga hadits Ad Daruquthni “kutiba
‘alayya an nahru wa laysa biwaajibin ‘alaykum” (telah diwajibkan atasku
qurban dan ia tidak wajib atas kalian); merupakan qarinah bahwa thalabul
fi’li yang ada tidak bersifat jazim (keharusan), tetapi bersifat ghairu
jazim (bukan keharusan). Jadi, qurban itu sunnah, tidak wajib. Namun benar,
qurban adalah wajib atas Nabi SAW, dan itu adalah salah satu khususiyat
beliau (lihat Rifa’i et.al., Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar,
hal. 422).
Orang yang mampu berqurban tapi tidak
berqurban, hukumnya makruh. Sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan
tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat
shalat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA.
Menurut Imam Al Hakim, hadits ini shahih. Lihat Subulus Salam IV/91)
Perkataan Nabi “fa laa yaqrabanna
musholaanaa” (janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami)
adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya seseorang –yang tak
berqurban padahal mampu– untuk mendekati tempat sholat Idul Adh-ha. Namun ini
bukan celaan yang sangat/berat (dzamm syanii’) seperti halnya predikat fahisyah
(keji), atau min ‘amalisy syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan
jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat
Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan
tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram (lihat ‘Atha` ibn Khalil, Taysir
Al Wushul Ila Al Ushul, hal. 24; Al Jabari, 1994).
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib,
jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits
Nabi SAW :
“Barangsiapa yang bernadzar untuk
ketaatan (bukan maksiat) kepada Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya.” (lihat
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/157).
Qurban juga menjadi wajib, jika seseorang
(ketika membeli kambing, misalnya) berkata,”Ini milik Allah,” atau “Ini
binatang qurban.” (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994).
Keutamaan Qurban
Berqurban merupakan amal yang paling
dicintai Allah SWT pada saat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
“Tidak ada suatu amal anak Adam pada
hari raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih qurban.” (HR.
At Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
Berdasarkan hadits itu Imam Ahmad bin
Hambal, Abuz Zanad, dan Ibnu Taimiyah berpendapat,”Menyembelih hewan pada
hari raya Qurban, aqiqah (setelah mendapat anak), dan hadyu (ketika haji),
lebih utama daripada shadaqah yang nilainya sama.” (Al Jabari, 1994).
Tetesan darah hewan qurban akan memintakan
ampun bagi setiap dosa orang yang berqurban. Sabda Nabi SAW:
“Hai Fathimah, bangunlah dan
saksikanlah qurbanmu. Karena setiap tetes darahnya akan memohon ampunan dari
setiap dosa yang telah kaulakukan…” (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah
XIII/165)
Waktu dan Tempat Qurban
a.Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul
Adh-ha tanggal 10 Zulhijjah, hingga akhir hari Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu
tanggal 13 Zulhijjah. Qurban tidak sah bila disembelih sebelum sholat Idul
Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa menyembelih qurban sebelum
sholat Idul Adh-ha (10 Zulhijjah) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk
dirinya sendiri. Dan barangsiapa menyembelih qurban sesudah sholat Idul Adh-ha
dan dua khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya
(berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam.” (HR.
Bukhari)
Sabda Nabi SAW :
“Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12,
dan 13 Zulhijjah) adalah waktu untuk menyembelih qurban.” (HR. Ahmad dan
Ibnu Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang
hari, bukan malam hari pada tanggal-tanggal yang telah ditentukan itu.
Menyembelih pada malam hari hukumnya sah, tetapi makruh. Demikianlah pendapat
para imam seperti Imam Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur, dan jumhur
ulama (Matdawam, 1984).
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal 10
Zulhijjah adalah berdasarkan ru`yat yang dilakukan oleh Amir (penguasa) Makkah,
sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Husain bin Harits Al Jadali RA (HR. Abu
Dawud, Sunan Abu Dawud hadits no.1991). Jadi, penetapan 10 Zulhijjah
tidak menurut hisab yang bersifat lokal (Indonesia saja misalnya), tetapi
mengikuti ketentuan dari Makkah. Patokannya, adalah waktu para jamaah haji
melakukan wukuf di Padang Arafah (9 Zulhijjah), maka keesokan harinya berarti
10 Zulhijjah bagi kaum muslimin di seluruh dunia.
b.Tempat
Diutamakan, tempat penyembelihan qurban
adalah di dekat tempat sholat Idul Adh-ha dimana kita sholat (misalnya lapangan
atau masjid), sebab Rasulullah SAW berbuat demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu
tidak wajib, karena Rasulullah juga mengizinkan penyembelihan di rumah sendiri
(HR. Muslim). Sahabat Abdullah bin Umar RA menyembelih qurban di manhar,
yaitu pejagalan atau rumah pemotongan hewan (Abdurrahman, 1990).
Hewan Qurban
a.Jenis Hewan
Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah :
unta, sapi, dan kambing (atau domba). Selain tiga hewan tersebut, misalnya
ayam, itik, dan ikan, tidak boleh dijadikan qurban (Sayyid Sabiq, 1987; Al
Jabari, 1994). Allah SWT berfirman :
“…supaya mereka menyebut nama Allah
terhadap hewan ternak (bahimatul an’am) yang telah direzekikan Allah kepada
mereka.” (TQS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an’aam
(binatang ternak) hanya mencakup unta, sapi, dan kambing, bukan yang lain (Al
Jabari, 1994).
Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al
Fiqh Al Wadhih III/3 membolehkan berkurban dengan kerbau (jamus),
sebab disamakan dengan sapi.
b.Jenis Kelamin
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan
jantan atau betina, tidak ada perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang
bersifat umum mencakup kebolehan berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan
tidak melarang salah satu jenis kelamin (Sayyid Sabiq, 1987; Abdurrahman, 1990)
c.Umur
Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap
mencukupi, berqurban dengan kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua,
sapi (atau kerbau) berumur dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima
tahun (Sayyid Sabiq, 1987; Mahmud Yunus, 1936).
d.Kondisi
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus,
sehat, dan bagus. Tidak boleh ada cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah
dimaklumi, qurban adalah taqarrub kepada Allah. Maka usahakan hewannya
berkualitas prima dan top, bukan kualitas sembarangan (Rifa’i et.al,
1978)
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, tidak
dibenarkan berkurban dengan hewan :
- yang nyata-nyata buta sebelah,
- yang nyata-nyata menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
- yang nyata-nyata pincang jalannya,
- yang nyata-nyata lemah kakinya serta kurus,
- yang tidak ada sebagian tanduknya,
- yang tidak ada sebagian kupingnya,
- yang terpotong hidungnya,
- yang pendek ekornya (karena terpotong/putus),
- yang rabun matanya. (Abdurrahman, 1990; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq. 1987).
Hewan yang dikebiri boleh dijadikan
qurban. Sebab Rasulullah pernah berkurban dengan dua ekor kibasy yang gemuk,
bertanduk, dan telah dikebiri (al maujuu’ain) (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
(Abdurrahman, 1990)
Qurban Sendiri dan Patungan
Seekor kambing berlaku untuk satu orang.
Tak ada qurban patungan (berserikat) untuk satu ekor kambing. Sedangkan seekor
unta atau sapi, boleh patungan untuk tujuh orang (HR. Muslim). Lebih utama,
satu orang berqurban satu ekor unta atau sapi.
Jika murid-murid sebuah sekolah, atau para
anggota sebuah jamaah pengajian iuran uang lalu dibelikan kambing, dapatkah
dianggap telah berqurban ? Menurut pemahaman kami, belum dapat dikategorikan
qurban, tapi hanya latihan qurban. Sembelihannya sah, jika memenuhi
syarat-syarat penyembelihan, namun tidak mendapat pahala qurban. Wallahu
a’lam. Lebih baik, pihak sekolah atau pimpinan pengajian mencari siapa yang
kaya dan mampu berqurban, lalu dari merekalah hewan qurban berasal, bukan
berasal dari iuran semua murid tanpa memandang kaya dan miskin. Islam sangat
adil, sebab orang yang tidak mampu memang tidak dipaksa untuk berqurban.
Perlu ditambahkan, bahwa dalam satu
keluarga (rumah), bagaimana pun besarnya keluarga itu, dianjurkan ada seorang
yang berkurban dengan seekor kambing. Itu sudah memadai dan syiar Islam telah
ditegakkan, meskipun yang mendapat pahala hanya satu orang, yaitu yang
berkurban itu sendiri. Hadits Nabi SAW :
“Dianjurkan bagi setiap keluarga
menyembelih qurban.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, An Nasa`i, dan Ibnu
Majah)
Teknis Penyembelihan
Teknis penyembelihan adalah sebagai
berikut :
- Hewan yang akan dikurbankan dibaringkan ke sebelah rusuknya yang kiri dengan posisi mukanya menghadap ke arah kiblat, diiringi dengan membaca doa “Robbanaa taqabbal minnaa innaka antas samii’ul ‘aliim.” (Artinya : Ya Tuhan kami, terimalah kiranya qurban kami ini, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.)
- Penyembelih meletakkan kakinya yang sebelah di atas leher hewan, agar hewan itu tidak menggerak-gerakkan kepalanya atau meronta.
- Penyembelih melakukan penyembelihan, sambil membaca : “Bismillaahi Allaahu akbar.” (Artinya : Dengan nama Allah, Allah Maha Besar). (Dapat pula ditambah bacaan shalawat atas Nabi SAW. Para penonton pun dapat turut memeriahkan dengan gema takbir “Allahu akbar!”)
- Kemudian penyembelih membaca doa kabul (doa supaya qurban diterima Allah) yaitu : “Allahumma minka wa ilayka. Allahumma taqabbal min ...” (sebut nama orang yang berkurban). (Artinya : Ya Allah, ini adalah dari-Mu dan akan kembali kepada-Mu. Ya Allah, terimalah dari….) (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam, 1984; Rifa’i et.al., 1978; Rasjid, 1990)
Penyembelihan, yang afdhol
dilakukan oleh yang berqurban itu sendiri, sekali pun dia seorang perempuan.
Namun boleh diwakilkan kepada orang lain, dan sunnah yang berqurban menyaksikan
penyembelihan itu (Matdawam, 1984; Al Jabari, 1994).
Dalam penyembelihan, wajib terdapat 4 (empat) rukun penyembelihan,
yaitu :
- Adz Dzaabih (penyembelih), yaitu setiap muslim, meskipun anak-anak, tapi harus yang mumayyiz (sekitar 7 tahun). Boleh memakan sembelihan Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani), menurut mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Hanafi, makruh, dan menurut mazhab Maliki, tidak sempurna, tapi dagingnya halal. Jadi, sebaiknya penyembelihnya muslim. (Al Jabari, 1994).
- Adz Dzabiih, yaitu hewan yang disembelih.Telah diterangkan sebelumnya.
- Al Aalah, yaitu setiap alat yang dengan ketajamannya dapat digunakan menyembelih hewan, seperti pisau besi, tembaga, dan lainnya. Tidak boleh menyembelih dengan gigi, kuku, dan tulang hewan (HR. Bukhari dan Muslim).
- Adz Dzabh, yaitu penyembelihannya itu sendiri. Penyembelihan wajib memutuskan hulqum (saluran nafas) dan mari` (saluran makanan). (Mahmud Yunus, 1936)
Pemanfaatan Daging Qurban
Sesudah hewan disembelih, sebaiknya
penanganan hewan qurban (pengulitan dan pemotongan) baru dilakukan setelah
hewan diyakini telah mati. Hukumnya makruh menguliti hewan sebelum nafasnya
habis dan aliran darahnya berhenti (Al Jabari, 1994). Dari segi fakta, hewan
yang sudah disembelih tapi belum mati, otot-ototnya sedang berkontraksi karena
stress. Jika dalam kondisi demikian dilakukan pengulitan dan pemotongan,
dagingnya akan alot alias tidak empuk. Sedang hewan yang sudah mati
otot-ototnya akan mengalami relaksasi sehingga dagingnya akan empuk.
Setelah penanganan hewan qurban selesai,
bagaimana pemanfaatan daging hewan qurban tersebut ? Ketentuannya, disunnahkan
bagi orang yang berqurban, untuk memakan daging qurban, dan menyedekahkannya
kepada orang-orang fakir, dan menghadiahkan kepada karib kerabat. Nabi SAW
bersabda :
“Makanlah daging qurban itu, dan
berikanlah kepada fakir-miskin, dan simpanlah.” (HR. Ibnu Majah dan
Tirmidzi, hadits shahih)
Berdasarkan hadits itu, pemanfaatan daging
qurban dilakukan menjadi tiga bagian/cara, yaitu : makanlah, berikanlah kepada
fakir miskin, dan simpanlah. Namun pembagian ini sifatnya tidak wajib,
tapi mubah (lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352; Al
Jabari, 1994; Sayyid Sabiq, 1987).
Orang yang berqurban, disunnahkan turut
memakan daging qurbannya sesuai hadits di atas. Boleh pula mengambil seluruhnya
untuk dirinya sendiri. Jika diberikan semua kepada fakir-miskin, menurut Imam
Al Ghazali, lebih baik. Dianjurkan pula untuk menyimpan untuk diri sendiri,
atau untuk keluarga, tetangga, dan teman karib (Al Jabari, 1994; Rifa’i et.al,
1978).
Akan tetapi jika daging qurban sebagai
nadzar, maka wajib diberikan semua kepada fakir-miskin dan yang berqurban
diharamkan memakannya, atau menjualnya (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam, 1984)
Pembagian daging qurban kepada fakir dan
miskin, boleh dilakukan hingga di luar desa/tempat dari tempat penyembelihan
(Al Jabari, 1994).
Bolehkah memberikan daging qurban kepada
non-muslim ? Ibnu Qudamah (mazhab Hambali) dan yang lainnya (Al Hasan dan Abu
Tsaur, dan segolongan ulama Hanafiyah) mengatakan boleh. Namun menurut Imam
Malik dan Al Laits, lebih utama diberikan kepada muslim (Al Jabari, 1994).
Penyembelih (jagal), tidak boleh diberi
upah dari qurban. Kalau mau memberi upah, hendaklah berasal dari orang yang
berqurban dan bukan dari qurban (Abdurrahman, 1990). Hal itu sesuai hadits Nabi
SAW dari sahabat Ali bin Abi Thalib RA :
“…(Rasulullah memerintahkan kepadaku)
untuk tidak memberikan kepada penyembelih sesuatu daripadanya (hewan qurban).“
(HR. Bukhari dan Muslim) (Al Jabari, 1994)
Tapi jika jagal termasuk orang fakir atau
miskin, dia berhak diberi daging qurban. Namun pemberian ini bukan upah karena
dia jagal, melainkan sedekah karena dia miskin atau fakir (Al Jabari, 19984).
Menjual kulit hewan adalah haram,
demikianlah pendapat jumhur ulama (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid
I/352). Dalilnya sabda Nabi SAW :
“Dan janganlah kalian menjual daging
hadyu (qurban orang haji) dan daging qurban. Makanlah dan sedekahkanlah
dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya, dan jangan kamu menjualnya…” (HR.
Ahmad) (Matdawam, 1984).
Sebagian ulama seperti segolongan penganut
mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al Auza’i membolehkannya. Tapi pendapat yang lebih
kuat, dan berhati-hati (ihtiyath), adalah janganlah orang yang berqurban
menjual kulit hewan qurban. Imam Ahmad bin Hambal sampai berkata,”Subhanallah
! Bagaimana harus menjual kulit hewan qurban, padahal ia telah dijadikan
sebagai milik Allah ?” (Al Jabari, 1994).
Kulit hewan dapat dihibahkan atau
disedekahkan kepada orang fakir dan miskin. Jika kemudian orang fakir dan
miskin itu menjualnya, hukumnya boleh. Sebab –menurut pemahaman kami– larangan
menjual kulit hewan qurban tertuju kepada orang yang berqurban saja, tidak
mencakup orang fakir atau miskin yang diberi sedekah kulit hewan oleh orang
yang berqurban. Dapat juga kulit hewan itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan
bersama, misalnya dibuat alas duduk dan sajadah di masjid, kaligrafi Islami,
dan sebagainya.
Penutup
Kami ingin menutup risalah sederhana ini,
dengan sebuah amanah penting : hendaklah orang yang berqurban melaksanakan
qurban karena Allah semata. Jadi niatnya haruslah ikhlas lillahi ta’ala,
yang lahir dari ketaqwaan yang mendalam dalam dada kita. Bukan berqurban karena
riya` agar dipuji-puji sebagai orang kaya, orang dermawan, atau politisi
yang peduli rakyat, dan sebagainya. Sesungguhnya yang sampai kepada Allah SWT
adalah taqwa kita, bukan daging dan darah qurban kita. Allah SWT berfirman :
“Daging-daging unta dan darahnya itu
sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan daripada
kamulah yang mencapainya.” (TQS Al Hajj : 37) [ ]